Persepsi yang berbeda - Mister Capung

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 11 September 2017

Persepsi yang berbeda





Sore itu, rapat evaluasi suatu kegiatan dilaksanakan. Kebetulan aku diberi kesempatan untuk duduk di ujung belakang. Ku buka hp kemudian mencoba menyambungkan perangkat wifi ke hotspot di kampus. Seperti biasa, harus beberapa kali menyambungkan baru tersambung. Tak cukup satu atau dua menit untuk menyelesaikannya. Aku dan kawan-kawan mungkin menganggapnya hal yang wajar. Atau hanya aku saja yang beranggapan demikian?

Mungkin sedang diuji oleh Allah, akhir bulan keuangan telah lenyap dari barang kecil yang biasa aku taruh saku ditambah paket data internet ikut melenyapkan diri dari kartu perdana yang ku miliki. Aku senang, aku diuji meskipun tak seberapa. Aku ambil positifnya, semua ujian akan mendekatkan hamba dengan Sang Pencipta. Mungkin karena itu semua, aku merasa beringas ketika berada di hotspot area. 
Pesan yang masih tergantung di suatu tempat satu-persatu sampai di ponselku. Aku sampingkan untuk membaca grup ketika berada dalam forum dan mengutamakan membaca personal chat yang berdatangan. Benar saja, ada satu pesan yang membuatku dilema. Sore itu, aku baca pesan dari kakak laki-lakiku yang terkirim pada pukul 1 siang dan baru aku buka pukul 5. Isinya adalah menyuruh aku menyegerakan diri untuk bertolak ke Kota besar dimana keluargaku tinggal. Aku sempat bingung karena rencana hidup esok adalah pulang ke desa menjenguk nenek. Tapi di lain sisi, kakak memintaku untuk menghadiri resepsinya. Ah sebenarnya malas. Tapi resepsi hanya satu kali. Jadi, kuurungkan kemalasan dengan bergegas izin keluar forum dan meminta teman untuk mengantarkan ke terminal.
Malas! Memang rasanya malas naik bus dadakan. Apalagi ditambah ada rasa lelah dan lapar karena seharian melakukan kegiatan di kampus. Sudah ku coba ganjal perut ini dengan beberapa potongan roti. Lumayan untuk beberapa saat. Aku yakinkan temanku dengan senyuman bahwa aku akan menjadi backpaker jikalau tidak ada bus yang melawat ke sana. Haha aku ingin tertawa. Aku membayangkan rencana kami untuk melancong ke negeri tetangga. Semoga rencana kami bisa terwujud. 
Dengan berpikiran seperti itu, pikiranku berubah. Rasa semangat seolah kembali tergugah. Aku mendapatkan tiket untuk berangkat. Nampaknya benar, mataku disuguhi pemandangan orang-orang dalam bus yang agak "riweuh" duduk bercengkerama dalam kursi sempit 2-3. Aku duduk dengan dua orang pria paruh baya. Aku belum bisa berinteraksi, yang aku lemparkan kepada mereka hanya senyuman yang menandakan bahwa aku izin untuk duduk. 
Sepanjang perjalanan, aku tidak bisa membuka percakapan. Mereka asyik mengobrol. Entah apa yang mereka bicarakan. Perutku mulai tidak bisa diajak kompromi. Rasanya dia membutuhkan makanan. Tapi yang kubawa hanya roti dan aku sudah mempunyai sugesti bahwa roti pun tak cukup. Aku tahan, pusing ikut menyerang. Mual rasanya mual. Rasanya aku ingin turun saja membatalkan keberangkatan saat itu.Tapi perjalanan sudah lumayan cukup jauh. Hingga akhirnya selang sekitar tiga jam bus berhenti di rest area. Ahhh agak lega. Segera aku tunaikan ibadah solat yang belum aku tunaikan kemudian dilanjutkan makan. Aku dibuat kebingungan karena makan di rest area tersebut tidak bayar. Hanya menukarkan tiket bus, dapatlah makanan. Mungkin memang sudah paket ya. Untung aku merasa lapar. Biasanya, aku tak mau makan ketika berada di rest area. Selesai makan rasanya lumayan. Syaraf-syaraf yang ada di sekitar mulut seolah normal kembali. Mulai saat itu aku bisa melakukan percakapan dengan orang yang duduk disamping.

Mulailah ku ceritakan ya…

Namanya bapak Slamet. Beliau tinggal di suatu desa dekat kota tempat aku menuntut ilmu. Pekerjaannya adalah memberi makan ayam-ayam di Kota tempat orang tuaku tinggal. Ternyata beliau sudah kerja di tempat itu sejak tahun (kalau tidak salah) 1992 guys! Patut diapresiasi nih hehe. Beliau mempunyai dua orang anak. Anak pertama sekolah di SMK jurusan audio video. Anak kedua SD kelas enam atau SMP kelas satu (maaf aku lupa). Beliau bercerita banyak. Mulai dari liburnya 10 hari dalam 2 bulan, kerjanya tidak terlalu berat, punya kerja sampingan, dll.
Pak Slamet menuturkan bahwa beliau ingin menguliahkan anak-anaknya. Tapi mahal, katanya. Ini nih yang menjadi pokok bahasan kali ini.

Aku selalu berpikir mengapa generasi seumuran orang tuaku banyak yang beranggapan kuliah itu mahal. Apa itu akibat dari rasa trauma masa-masa mereka yang pada saat itu Indonesia masihlah belum seperti sekarang. Atau karena mereka telah merasakan bagaimana sulitnya cari uang di negeri ini. Entahlah, mungkin salah satunya ada pada alasan yang aku tulis.

Aku beruntung, aku memberanikan diri untuk menolak bekerja terlebih dahulu. Aku sudah diberi jalan. Dulu, ibu selalu bilang bahwa beliau sudah tidak bisa membiayai pendidikan apabila aku melanjutkan kuliah. Rasanya sedih sih, aku yang belum ada gambaran masa kuliah itu bagaimana meyakinkan diri kalau pada tahun itu aku harus kuliah. Aku selalu percaya selalu ada jalan bagi orang yang berusaha. Aku ingat sekali, masa-masa sulit mencari perguruan tinggi hingga masa sulit kehabisan uang untuk kesana-kemari. Aku yakin beasiswa itu BUANYAK! Alhamdulillah sekarang aku bisa menempuh pendidikan secara gratis. Yang lucu itu, SMA sama Kuliah malah mahalan SMA. Hehehe…

Kembali ke Pak Slamet. Sebenarnya aku salut sih sama bapak satu ini karena sadar pendidikan adalah investasi penting. Tapi aku masih tidak bisa terima bahwa kuliah itu mahal. Mungkin mahal memang biaya hidupnya. Tapi apabila individu bisa mengatur keuangan, no problem. Mungkin ini kesempatan yang diberikan Allah untuk aku berusaha meluruskan para orang tua khususnya Pak Slamet bahwa kuliah tidaklah mahal, kuliah itu mudah asalkan ada niat dan usaha. Yang penting itu dapat tempat kuliahnya dulu. Masalah biaya mah belakangan. Ada Allah Maha Pemurah. J

Jadi ingat salah satu ucapan salah satu Youtuber Indonesia, Kevin Hendrawan. Apabila kamu pernah nonton salah satu videonya, dia bilang bahwa Kuliah itu bukan masalah jurusan. Mau jurusan apapun, pendidikan tinggi akan membuka wawasan kita. Intinya disitu ada proses yang membuat otak kita tidak berpikiran sempit. J

Sekian tulisan kali ini,
(Kebiasaan burukku adalah sudah menulisa beberapa hari yang lalu tapi belum di publish)
Semangat wahai pemuda!!!

Wassalamu’alaikum wr. Wb.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar