Assalamu'alaikum wr. Wb.
Hallo kawan-kawan semua. Bagaimana kabarnya? Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan kebahagian oleh Allah ya. Pada kesempatan kali ini aku ingin bercerita tentang pengalamanku mengikuti seleksi LPDP. Bagi kawan-kawan yang ingin mengetahui ceritanya bagaimana, yuk lanjutkan membacanya.Pada Tahun 2021, masa dimana pandemi masih merebak, pemerintah Indonesia membuka kesempatan bagi para pemuda-pemudinya untuk melanjutkan studi melalui beasiswa LPDP. Beasiswa ini adalah salah satu beasiswa favorit bagi pelajar Indonesia. Pemerintah Indonesia dengan baiknya membagi beasiswa ini menjadi beberapa macam. Ada yang reguler, afirmasi, prasejahtera, bahkan saat ini lebih banyak lagi jenisnya. Berhubung sewaktu kuliah aku merupakan salah satu penerima bidikmisi, maka aku mencoba apply beasiswa LPDP jenis prasejahtera.
Persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan setiap jenisnya pun berbeda. Sebagai contoh, aku masih bisa apply LPDP Prasejahtera dengan TOEFL ITP minimal skor 500 untuk studi ke luar negeri sedangkan jenis reguler tidak boleh memakai ITP, harus sejenis IELTS atau TOEFL iBT. Isu ini pun yang sering menjadi bahan perbincangan para peserta reguler yang merasa ada ketidakseimbangan persyaratan. Aku pribadi meyakini panitia sudah membahas matang-matang dalam menyepakati persyaratan tersebut. Keuntungan lain juga, calon penerima LPDP Prasejahtera bisa mendapatkan pengayaan bahasa untuk mendapatkan band IELTS yang disyaratkan universitas apabila ingin studi ke luar negeri. Salah seorang tokoh pernah menjelaskan bahwa alumni bidikmisi mempunyai tiket jalan tol untuk mendapatkan beasiswa ini, maka dari itu kawan-kawan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan. Hal tersebut pun yang menjadi salah satu dorongan untuk aku mencoba beasiswa LPDP Tahun 2021 Batch 1.
Setiap beasiswa mempunyai aturan masing-masing yang kaitannya dengan skema dan persyaratan. Beasiswa LPDP pun dari tahun ke tahun ada beberapa poin persyaratan yang di upgrade. Salah satu perbedaan untuk jenis prasejahtera adalah saat Tahun 2021 peserta yang boleh mendaftar ialah alumni bidikmisi yang maksimal lulus dua tahun terakhir. Itu mengapa aku merasa tahun tersebut ialah kesempatan terakhirku memakai tiket. Berbeda dengan Tahun 2022, persyaratannya lebih fleksibel yaitu umur maksimal peserta adalah 35 Tahun (CMIW). Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut.
1. Persiapan Dokumen
Aku lupa berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua dokumen tapi yang jelas bagi kawan-kawan yang ingin apply harus menyiapkannya jauh-jauh hari khususnya personal statement dan sertifikat bahasa. Kita juga harus mencermati setiap poin persyaratan yang tertulis. Untuk TOEFL ITP, aku sudah persiapkan 1 tahun sebelumnya karena kebetulan setelah wisuda aku pergi ke Pare kemudian tes TOEFL. Hal lain seperti surat rekomendasi dapat memohon kepada dosen pembimbing, beruntungya dosen pembimbingku adalah dosen matkul yang sudah mengajarku sejak awal menjadi mahasiswa. Selajutnya, personal statement aku garap menggunakan Bahasa Indonesia meski tujuanku adalah studi ke luar negeri. Hal tersebut aku lakukan karena membaca sebuah blog seseorang yang apply LPDP luar negeri dengan melampirkan personal statement Bahasa Indonesia. Alasan beliau tidak menggunakan Bahasa Inggris karena beliau menilai cerita yang dibangun akan mengalir dan isinya mudah tersampaikan karena kita sudah terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia setiap hari. Dari penjelasan tersebut, aku mencoba hal yang sama dan alhamdulillah bisa lolos administrasi. Tidak lupa pula aku meminta bantuan beberapa kawan untuk membaca dan mencermati dari essaiku tersebut.
Setelah semua dokumen siap, aku membuat akun dan mengisi form-form yang diperlukan. Cara mengisinya pun cenderung mudah tapi memerlukan kehati-hatian. Apabila kawan-kawan ingin tahu bisa buka webnya dan download panduannya.
2. Memilih Universitas Tujuan
Pada saat itu negara tujuanku adalah Australia. Alasanku memilih negara tersebut sebagai tujuan studi adalah banyak universitas di Australia yang membuka jurusan Public Health, salah satunya adalah Australian National University (ANU). Aku mempunyai rencana untuk mengambil jurusan Global Health karena mata kuliah yang ditawarkan sangat "relate" dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Di universitas tersebut juga ada center of mental health sebagai pusat penelitian kesehatan mental. Tentunya ini adalah hal yang seru juga bagiku yang tertarik dengan isu mental health. Saat menyelesaikan skripsi pun aku mengambil topik tentang kesehatan mental. Jadi, secara singkat itu alasan akademik yang aku jelaskan pada essai. Terlepas dari hal itu, Australia tidak terlalu jauh dari Indonesia lalu persyaratan IELTS tidak setinggi di negara-negara Eropa (tergantung jurusan).
3. Tes Bakat Skolastik
Setelah dinyatakan lulus adminitrasi, perjalanan dilajutkan dengan tes bakat skolastik. Tipe soalnya seperti soal TPA dan menurut aku tingkat kesulitannya di atas tes SKD CPNS hehe. Pada tes ini ditentukan passing grade. Aku lupa berapa skor passing gradenya secara spesifik yang pasti passing grade antara reguler dan prasejahtera berbeda. Lagi-lagi diuntungkan. Hehe. Kabarnya pada Tahun 2022, peserta yang sudah punya LoA dari universitas tujuan tidak perlu melewati tes ini. Aku pribadi belajar soal-soal dari internet.
3. Tes Wawancara
Setelah lolos tes bakat skolastik, aku mendapatkan pengumuman untuk lanjut ke tes wawancara. Setiap pengumuman dikirimkan melalui email dan ada di akun masing-masing peserta. Untuk persiapan tes wawancara, aku belajar bersama kawan-kawan di grup telegram. Di grup tersebut aku bisa mendapat informasi tentang tipe-tipe pertanyaan yang sering ditanyakan, sharing pengalaman, atau bahkan kita bisa simulasi wawancara melalui discord bersama senior yang pernah lolos. Dari grup tersebut pula aku tahu bahwa saat itu Australia masih close border akibat pendemik sehingga banyak peserta yang galau. Ada salah satu anggota grup yang sudah kuliah tapi secara online dari Indonesia. Pasti tantangannya berbeda ya.
Pada hari pelaksanaan wawancara, aku izin untuk tidak berangkat kerja karena aku ingin tes wawancara online di rumah. Alat-alat yang disiapkan seperti laptop, handphone, dan aplikasi zoom. Pakaian yang aku gunakan saat itu adalah batik. Jadwal wawancara yang aku dapatkan adalah siang hari tapi dikarenakan ada beberapa hal, waktu pelaksanaan wawancara terjadi di sore hari.
Wawancara yang aku alami layaknya wawancara seperti biasa. Bayangan pewawancara bakal membuat kita tegang pun harus dibuang jauh-jauh. Terdapat 2 pewawancara (1 dari bidang akademik, 1 dari psikolog) dan 1 dari pihak LPDP yang mengatur proses wawancara. Mereka semua baik-baik. Awal-awal aku ditanya menggunakan Bahasa Indonesia dan memang sebagian besar waktu wawancara menggunakan Bahasa Indonesia. Sesekali kita harus jawab menggunakan Bahasa Inggris. Disini kita harus menjadi diri kita sendiri. Pertanyaan-pertanyaannya pun relatif seputar diri kita dan rencana kita nanti saat studi. Intinya persiapkan baik-baik hal ini. Menjawab dengan Bahasa Inggris menurutku poin plus karena menunjukkan kesiapan kita untuk dapat mengikuti pelajaran di kelas kelak. Saat itu pun aku ditanya apakah aku sering membaca buku berbahasa Inggris atau jurnal-jurnal. Untuk teman-teman, apabila ingin apply ke luar negeri yuk mulai sekarang bisa baca-baca jurnal dan buku berbahasa Inggris bagi yang belum membiasakan. Hal itu sangat membantu kita dalam improve Bahasa Inggris.
Nah, mungkin itu ceritaku ya kawan-kawan. Aku masih belum beruntung untuk mendapatkan beasiswa LPDP saat itu. Adapun secara ringkas evaluasi yang aku perbaiki adalah sebagai berikut.
1. Perbaiki niat
2. Menetapkan tujuan yang jelas dan rinci
3. Belajar Bahasa Inggris supaya lebih lancar
4. Perbanyak membaca buku dan jurnal Bahasa Inggris
Terimakasih telah membaca. Apabila ada pertanyaan bisa ketikkan saja pertanyaannya. Semangat ya kawan-kawan!
Wassalamualaikum wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar