Senin
kemarin adalah hari pertama kuliah disemester baru (coba tebak saya semester
berapa). Setelah menjalani masa liburan sekitar satu bulan, saya harus
menjalani aktivitas sebagai mahasiswa lagi. Ada rasa bahagia karena setelah
sekian lama tidak berinteraksi dengan teman-teman, bertegur sapa, bertukar
pikiran, berbicara hal-hal yang membuat kita lupa akan rumah masing-masing yang
jauh, dan pastinya karena semester ini mahasiswa mempunyai pilihan akan
mengikuti peminatan apa.
Hidup
itu pilihan, banyak pilihan yang harus dijadikan suatu keputusan. Hidup itu
harus memutuskan bahkan tidak memilih pun itu suatu keputusan. Setelah lama
menginjakan kaki di bangku kuliah, momen untuk memilih peminatan adalah salah
satu momen yang agak membingungkan. Hal ini sama dengan memilih jurusan sewaktu
masa SNMPTN beberapa tahun silam. Mungkin
saya dan teman-teman saya kembali ke masa-masa dimana bingung ingin jurusan apa, di
institusi apa, nantinya bagaimana dan seterusnya. Kali ini agak berbeda, kita akan
di bagi dalam beberapa peminatan tapi kita masih dalam satu kampus dan nantinya
gelar yang akan kita dapatkan setelah menjalani sidang, pendadaran dan segala
macamnya sama yaitu sarjana.
Manusia
boleh berencana, tapi rencana Allah lebih indah. Sama halnya dengan
teman-teman, saya pun dibuat agak bingung untuk menentukan studi yang akan saya
dalami. Hal ini sangat menarik karena berhasil membuat saya melakukan riset
kecil-kecilan untuk mengumpulkan segala fakta dan opini dari kakak tingkat,
internet atau bahkan melakukan observasi. Awalnya sejak saya masih menjadi
mahasiswa muda saya sudah memproklamirkan bahwa saya akan masuk ke peminatan X
sehingga teman-teman banyak yang tahu. Seiring berjalannya waktu hingga tiba di
depan pintu gerbang, saya memutuskan untuk pilih Y tetapi dari riset kecil yang
saya lakukan saya berhasil membuka pintu itu dengan Z.
Jujur
saja, saya adalah tipikal orang yang masih dalam tahap belajar untuk mempunyai
keputusan yang bulat sejak jauh-jauh hari supaya saya tidak salah jalan. Tentu
saja lebih baik mempunyai rencana yang sudah matang daripada masih samar-samar
seperti saya. Maksudnya, misal seseorang ditanya mau peminatan apa kemudian nantinya
mau bagaimana, dia bisa menjawab dengan percaya diri. Untuk saya pribadi, saya
masih mempunyai banyak opsi yang saya jadikan sebagai bahan pilihan dan mungkin
nantinya kan membingungkan saya lagi. Mungkin?
“Kok
kamu masuk Z? dulu kamu pernah bilang mau X. cocok tahu di X”
“aku
kira kamu bakal ambil peminatan Y”
Begitulah
cuitan-cuitan teman-teman saya.
Banyak
yang mengira bahwa peminatan yang saya ambil adalah peminatan yang mahasiswanya
pintar. Saya rasa semua peminatan sama saja hanya memang kebetulan di jurusan
saya orang yang mengambil peminatan ini sebagian besar adalah mahasiswa yang
rajin, bukan deadliner, kalem-kalem. That’s why saya pilih peminatan itu. Sampai saat ini diri saya masih fleksibel dan saya mempunyai dua pikiran
sebagai berikut.
1. Lingkungan
menentukan dirimu. Misal temanmu rajin, sedikit banyak kamu akan tertular
rajinnya.
2. Dimanapun
berada semua tergantung individu masing-masing. Dia bisa berkembang apabila dia
mengeluarkan potensinya dan mau belajar.
Jujur, saya pernah mengalami dua
hal tersebut. Hal yang pertama adalah ketika saya dimotivasi dengan kalimat
seperti itu oleh guru SMP saat akan masuk SMA dan hal kedua terjadi ketika saya
menghadapi realita kehidupan mahasiswa. Nah, dalam tahap belajar ini saya rasa
saya butuh amunisi, pendorong, pemicu untuk membangkitkan semangat belajar agar
lebih menarik dan menantang. Maka dari itu, saya memilih peminatan yang
sekarang saya jalani. Kelas peminatan saya pun kecil jadi lebih efektif dalam
belajarnya. Semoga saya tertular dengan rajin dan pintarnya teman-teman saya
ya. Amiin.
Nah,
masalah yang sedikit muncul adalah dari sembilan orang mahasiswa peminatan Z,
saya adalah satu-satunya laki-laki. Pastinya kedepan saya akan menjadi tulang
punggung untuk delapan orang perempuan ya. Agak gimana juga kelas
kecil, laki-laki sendiri mau cengengesan tidak ada temannya. But it’s ok wae
karena culture shock saya sudah mulai bisa dikendalikan. FYI, saya pernah
mengalami culture shock saat maba karena sebagian besar mahasiswa berjenis
kelamin perempuan. Ada yang asal nyolek, sentuh, senderan (eh). Nah, dampak
dari menolaknya saya atas perlakuan mereka, saya sempat dikatain soleh. Beuh,
dikira tiga puluh juz sudah dihafal mungkin ya. Tapi tak apa, kata-kata
adalah doa semoga saya menjadi anak soleh dan hafal tiga puluh juz. Amiin.
Hari
pertama kuliah saya sudah bisa memproyeksikan bahwa nantinya akan ada deretan
tugas yang siap menjadi list dalam catatan saya. Hal ini didukung juga dengan
penjelasan kakak senior yang ketika saya bertanya tentang kehidupan peminatan
bagaimana. Apalagi saya cerita panjang lebar mengenai rencana saya di semester
ini. Tentunya semua tahu bahwa siapapun yang bisa membagi waktu (manage) dengan baik, dialah yang bisa
bahagia di dunia ini karena berhasil menyelesaikan tugas tanpa ada beban. Ini sebenarnya
merupakan tantangan lama yang kembali hadir dalam hidup saya. Beberapa semester
lalu saya sempat membagi waktu saya untuk kegiatan internal dan eksternal. Cukup
kuwalahan tapi saya enjoy aja hehe. Semoga disemester ini kualitas saya dalam
mengatur waktu bisa bertambah.
Semangat semuanya! Semoga kehidupan
kita berkualitas dan produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar