Marhaban ya Ramadhan,
saya bersyukur masih bisa menjumpai ramadhan pada tahun ini. Allah masih
memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri sebelum kembali kepada-Nya.
Tapi, ada hal aneh dalam diri saya. Hati saya keras bagaikan batu, tidak bisa
meresapi apa esensi kehidupan sebenarnya. Mungkin ini adalah timbal balik dari
segala kemaksiatan yang telah saya lakukan belakangan
Saat saya sedang
menulis tulisan ini, waktu terasa begitu cepat. Tak disangka ini adalah hari
ketiga bulan ramadhan. Jelas hal ini dirasa seperti angin yang lewat begitu
saja karena saya menyombongkan diri dengan begitu banyak aktivitas keduniaan.
Menjelang ramadhan pun saya seolah-olah masih belum siap untuk menyambut bulan
yang penuh berkah. Tugas perkuliahan yang seharusnya tidak dijadikan alasan
sebagai penghambat ibadah mau tidak mau memang begitu.
“Saya ingin fokus
beribadah! Saya ingin fokus beribadah!” sesekali saya berteriak dalam diri.
Tapi mau bagaimana
lagi, tugas dan tanggungjawab saya sebagai mahasiswa juga harus saya selesaikan
mengingat kalender akademik tahun ini menuntut untuk seperti itu.
Satu hal yang saya
sayangkan dalam diri saya saat ini adalah meskipun saya berjuang, berusaha
bangun untuk mencari kenikmatan beribadah, tetap saja saya belum
mendapatkannya. Apakah ini suatu pertanda hati saya kotor? Kadang saya menangis
sendiri, betapa buruknya akhlak saya. Bagi siapa saja yang membaca tulisan ini,
doakan saya ya agar saya tetap dalam lindungan Allah SWT.
Saya sempat iri dengan
teman-teman saya yang masih tinggal di asrama. Pasti mereka bahagia, hafalan
mereka pasti bertambah, bacaan mereka pasti tambah bagus. Sedangkan saya? Ahh... meskipun ini keputusan saya, semoga
ini menjadi motivasi saya untuk bisa berdiri tegak di jalan Allah secara
perlahan.
Belum lagi akhir-akhir
ini saya kagum kepada seseorang. Saya baru melihat dia di masjid. Shalat selalu
di shaf depan belakang imam, ketika melihat dia pasti sedang membaca mushaf, di
waktu lain dia sedang sholat sunah dan khusuk berdoa kepada Allah. Ketika saya
bertanya kepada salah seorang teman, ternyata dia adalah mualaf. Alhamdulillah,
semoga Allah memberikan istiqomah kepada dia, saya dan kita semua.
Melihat seperti itu,
pikiran saya semakin menjadi-jadi. Saya
ingin beribadah seperti dia ya Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar